Wednesday, February 23, 2011

Sad Love Story 2 - A SasuSaku Fanfic

Sad Love Story
Disclaimer by
Naruto © Masashi Kishimoto
Sad Love Story © Kuroneko Hime-un
Pairs : SasuSaku
Rated : T
Genre : Hurt/Comfort
AU, maybe OOC, and lil miss typo
Twoshot

Enjoy Reading~


Dari musim panas berlanjut hingga musim semi lagi di tahun ketiga Sakura menjalin hubungan dengan Sasuke. Di musim semi yang masih terasa musim dinginnya datanglah sepucuk undangan berwarna ungu muda lembut dengan berhias huruf bercetak miring berwarna keemasan.
Itu adalah surat undangan pertunangan Naruto dengan Hinata. Dua keluarga yang termasuk terpandang di kota mereka, Namikaze dan Hyuuga yang banyak menyebarkan undangan itu. Termasuk kepada Sakura. Gadis tunggal putri Haruno itu bersuka cita mendengar temannya akan bertunangan setelah pesta pertunangan Ino sahabatnya di awal Januari lalu.
Awalnya Sakura ingin mengajak Sasuke pergi ke pesta itu namun kekasihnya belakangan ini tampak pucat dan kerjaannya melamun saja. Bahkan Neji yang selalu ambil kelas dengannya mulai cemas dengan tingkah Sasuke. Apa dia sedang bermsalah? Pikir Sakura saat itu.
“Kau tidak apa-apa, Sasuke-kun?” Tanya Sakura khawatir di suatu siang hari saat mereka janjian di kantin kampus. Dia memberikan jus tomat kesukaan Sasuke yang dia pesan di tempat langganannya.
Sasuke tidak mendengarnya. Pandangan matanya menerawang entah memikirkan apa. Sakura agak sebal dicueki seperti itu. Dia sengaja mendekatkan gelas jus tomat Sasuke ke pipi mulusnya dan yap, Sasukepun tersadar dari lamunannya.
“Terima kasih.” Ujarnya meraih jus tomat yang disodorkan Sakura kepadanya dan sedikit menyesap jusnya. Setelah itu dia kembali melamun lagi.
Sakura duduk disebelah Sasuke, wajahnya menyiratkan kekhawatiran yang dalam namun tak tersampaikan kepada sang terkasih. Sasuke yang sadar diperhatikan menatap Sakura dingin.
“Nande?”
“A… Ano… Doo shitanda?” Tanya Sakura sopan, dia menempelakan tangan kecilnya nan halus ke kening Sasuke. Agak sedikit panas.
Sasuke menepis tangan Sakura agak gusar. Dia tidak suka diperlakukan seperti itu. Dia hanya menggeleng pelan sebelum pergi meninggalkan kehampaan di hati Sakura dan juga tempatnya berada tadi.
Sakura memandang punggung Sasuke yang semakin jauh dengan pandangan nanar. Matanya sudah memanas hendak menumpahkan suatu cairan bening namun ditahannya tatkala melihat Sasuke yang tiba-tiba berbelok ke kanan dengan tergesa-gesa.nsepintas dia melihat sosok Sasuke yang berekspresi aneh itu.
“Ada… apa?” tanyanya heran lebih menitikberatkan pada dirinya yang ingin tahu. Sakura segera mengejar Sasuke sebelum dia sempat kehilangan jejak Sasuke. Dengan tergesa-gesa juga dia menabrak orang yang lewat di sekitar koridor kampus.
Semenit kemudian Sakura berhasil mengejar Sasuke tapi tiba-tiba sosoknya hilang. Sakura bingung hendak mengambil jalan yang mana. Sekilas dia melihat rambut indigo panjang milik temannya di belakang gedung kampus. Dengan bermaksud menanyakan sesuatu, tanpa sebab Sakura terhenti di tempat.
Dia mendengar sahabatnya itu sedang berbicara dengan seorang pria yang amat sangat dikenalinya betul. Bukan suara si ceria Naruto tapi… Suara berat agak angkuh terkesan dingin milik Sasuke.
Sakura bersembunyi dibalik tembok. Sedikit-sedikit dia mengintip atau lebih tepatnya mengintai. Ternyata memang betul yang sedang berbicara dengan Hinata sahabatnya itu adalah kekasihnya, Sasuke. Sakura menutup mulutnya tak percaya. Sasuke sedang menggenggam tangan Hinata! Hinata tampak risih dengan perlakuan Sasuke namun tak bisa menolak.
Dengan perasaan panas di dada, Sakura berusaha menahan gemuruh jantungnya yang berdetak cepat mengalirkan darah yang panas. Sakura memasang telinganya lekat-lekat.
“Kau tahu Hinata, aku sudah lama menyukaimu!” terang Sasuke yang kontan membuat Sakura melotot tak percaya dnegan pernyataan Sasuke.
Hinata tampak berusaha melepaskan tangannya yang digenggam oleh Sasuke namun nihil karena Hinata tidak dapat menariknya. “A…ano… tolong lepaskan tanganku… Sasuke-san…” ujarnya sambil meringis.
Sasuke semakin menjadi-jadi ulahnya. Dia malah semakin erat menggenggam tangan Hinata sampai pergelangan tangan gadis itu sedikit membiru di kulit putih mulusnya. Sasuke yang kalap akhirnya berhenti stelah melihat air mata yang jatuh di pipi kiri gadis itu.
“Gomen…,” ujarnnya sambil menunduk. Dia mengepalkan tangannya sampai memutih. Kesal. Dia kesal sekali. Perasaannya sudah lama tersimpan namun saat ingin mengatakannya bukan dengan cara seperti ini, inginnya. Tapi, Sasuke tidak terima kalau-kalau wanita yang dicintainya itu malah mengikatkannya dengan saingannya, Naruto.
Memang apa kurangnya dia? Kenapa Hinata tidak memilihnya? Ataukah dia yang telat menyampaikan perasaannya? Apakah kalau dia lebih dulu menyampaikannya maka Sasukelah yang akan mengikatkan janji seia sekata dnegan HInata?
“Sasuke-san…,” Hinata memanggil namanya dengan isakkan.
Sakura yang berada di belakang tembok bergeming merinding. Apa? Apa yang akan dikatakan Hinata? Pikirannya berkecamuk bagai tidak ada hentinya terus berputar-putar seperti bulatan-bulatan sedang untuk menghipnotis.
Sasuke yang tersahuti segera mendongkakkan lagi wajahnya. Dia tatap lemat-lemat sosok mungil yang bahkan cuma ada dipikirannya saat ini. Bibirnya membisu. Matanya menatap tepat di bola mata berwarna lavender itu. Anak angin yang bahkan ingin mengetahui ada apa diantar keduanya berjalan menghembus disepanjang celah keduanya.
“Maaf… Aku… Ti-tidak tahu… Bahwa selama ini kau menyukaiku…” Hinata menggenggam tangannya di depan dada. Tangannya begitu gemetar hanya untuk membalas perkataan Sasuke sebelumnya. Wajahnya tertunduk menyembunyikan wajahnya. Terlihat ada warna bening terpantul dari dagu Hinata.
Ingin. Ingin sekali Sasuke merengkuh tubuh yang ringkih itu. Memeluknya. Membawanya ke pelabuhan dadanya. Tapi dia tahu. Hinata jelas tidak akan menyukai hal itu. Karena dia lebih menyukai Naruto. Tidak. Bukan suka melainkan cinta. Sama seperti dirinya.
“Aku tidak menyukaimu Hinata.”
Hinata dan Sakura sama-sama kaget dnegan ucapan Sasuke yang begitu cepat tadi. Apa katanya? Bukankah tadi dia bilang menyukai Hinata? Kenapa tiba-tiba sekarang dia malah berkata “Aku tidak menyukaimu Hinata.” Apa-apaan itu?
Hinata tampak lega. Diangkatnya wajahnya memandang Sasuke yang memang sedang menatapnya dengan onyx yang tajam. Walau agak takut, Hinata sedikit melirik-lirik Sasuke. Dia ingin memastikan bahwa apa yang Sasuke katakan tadi apa benar adanya.
Sakura juga tampak bingung. Apa maksud Sasuke? Dia benar-benar tidak mengerti dengan kekasihnya itu. Ah, tapi… kalau memang Sasuke kekasihnya pasti Sasuke tidak akan mengatakan hal segamblang itu tentang perasaannya. Apalagi bercanda dengan mengatakan bahwa dia menyukai Hinata. Ini tidak lucu sama sekali. Kalau memang tidak suka pada Hinata kenapa Sasuke berusaha menahan Hinata?
“Benar aku tidak menyukaimu. Tapi aku mencintaimu. Sangat mencintaimu”
Bagai tersambar petir di siang bolong bagi kedua wanita itu, perkataan Sasuke maha dahsyatnya dan mampu membuat keduanya terbelalak ngeri seperti hendak meloncat matanya. Hinata tak kuasa menutup mulutnya yang sudah ternganga lebar. Wajahnya langsung pucat seketika. Tidak mungkin kan orang yang sudah memiliki kekasih malah menyatakan cinta pada orang lain yang sudah memiliki kekasih juga bahkan berkata “Sangat mencintaimu.”
Sama seperti Hinata. Perasaan Sakurapun begitu kagetnya. Dia cengkram tembok yang disandarnya bahkan kuku-kukunya menancap sampai ada yang patah. Kakinya gemetar. Pikirannya kalut. Hatinya terasa sakit sekali bagai dikoyak-koyak dengan pisau dapur. Tidak. Bahkan pisau dapur tidak akan sesakit seperti ini. Dicengkramnya dada kirinya yang sakit sekali. Matanyaa sudah memanas namun belum juga menumpah ruahkan apa yang ada dibalik matanya. Otaknya menahan agar dia tidak menangis. Dia harus kuat.
“Se… sejak ka-kapan…?” Tanya Hinata kalut.
“Sejak dulu. Sejak kita masih duduk di bangku SMA. Bahkan sebelum aku dan Sakura berpacaran.”
Prang!!
Hati Sakura hancur mendengarnya. Jadi? Untuk apa selama ini mereka berpacaran? Untuk apa, Sasuke-kun? Tanya Sakura dalam hati. Napasnya menjadi sesak. Dia bernafas satu satu seperti udara tidak ada di dekatnya. Pertahanan air matanya bobol. Mengalir begitu deras di sepanjang lekukan bukit putih mulus. Berimba di ujung dagu dan perlahan terjun bebas ke tanah. Tanpa ada suara, tangisan pun menjadi sunyi.
Sakura meremas rambut merah mudanya frustasi. Kepalanya terasa berkedut pusing. Pikirannya runyam, ruwet atau apalah itu. Otaknya tidak bisa mencerna apapun selain kata-kata Sasuke. Sasuke tidak pernah menyukai Sakura. Bahkan sampai sekarangpun. Mustahil. Pasti bohong. Ini pasti hanya mimpi. Tidak mungkin ini kenyataan.
Dengan sisa tenaga yang sangat sedikit dan sambil menggenggam dada kirinya yang sesak, Sakura pergi dari tempat itu. Dia tidak ingin berlama-lama di sana. Bahkan dia tidak ingin Sasuke berbicara jauh lebih dari itu. Apalagi mendnegar jawaban dari Hinata. Tidak. Tidak ingin. Lebih baik dia segera pergi dari tempat itu atau akan meledak karena amrah.
Sepintas Sasuke melihat ujung anak rambut merah muda. Dia tahu si pemilik rambut gulali itu. Bahkan dia sudah menyadari kalau ada seseorang dibalik tembok itu. Benar saja dugaannya bahwa dia adalah Sakura yang masih berstatus kekasihnya.  Sasuke mengacuhkannya. Peduli setan dengan Sakura toh dia sama sekali tidak mencintainya. Dia hanya gadis berisik saja dan terkadang manja jika bersamanya. Begitulah pikir Sasuke saat itu…
.
.
Sakura membanting pintu kamarnya sehingga bunyi tersebut menggema di dalam rumahnya yang kosong tanpa berpenghuni. Sejak dia masuk kuliah di Konoha orangtuanya memberikan rumah untuk ditempati agar Sakura tidak perlu repot-repot  menyewa atau istilahnya mengekos dulu.
Sakura masuk ke dalam kamarnya yang terbilang rapi dan didominasi warna kuning biasa. Sakura duduk terjatuh di depan pintu kamarnya sambil mencengkram dadanya yang sedari tadi terasa sesak. Nafasnya tersengal-sengal seperti orang yang terkena asma. Air matanya selalu mengucur dari matanya tak bias berhenti begitu saja.
Pikirannya sungguh kalut dan kacau. Sangat malah. Jadi selama ini Sasuke tidak menyukainya ataupun mencintainya. Kalau begitu untuk apa selama ini Sasuke bersamanya kalau memang kenyataannya dia tidak emnginginkannya. Memanfaatkankah? Entahlah. Sakura bingung. Sungguh bingung. Lebih bingung dibandingkan saat mempelajari cara menyuntik yang baik, yang bukan tinggal menusukkan jarum suntik asal saja.
Sakura menaruh kepalanya di lututnya, pundaknya bergetar hebat dengan teriakan kecil disusul air mata yang mulai emmbasahi rok merah maroonnya. Tangannya mengepal pasrah di lantai yang dingin. Keadaan yang sunyi membuat pendengarannya hanya berfungsi mendengar jeritan tangisan Sakura.
Tiba-tiba ponselnya berdering. Awalnya Sakura tidak ingin mengambil ponselnya yang berada dalam tasnya. Tapi, setelah dia mendengar ringtone-nya yang khusus diberikan pada sahabatnya, Sakura segera meronggoh tasnya yang berada di sebelah kiri tangannya. Tanpa melihat Sakura segera menekan tombol hijau.
“Moshi-moshi…?” jawabnya lemah.
Orang disebrang segera menjawabnya dengan cempreng hingga Sakura agak menjauhkan sedikit ponselnya dari telinganya. Sakura hanya diam mendnegar si penelepon dengan suara yang berisik terus mengomel tak jelas. Sakura berusaha agar tangisannya segera mereda dan menghapus air matanya.
“Bisa kau datang ke rumahku?” pinta  Sakura. Dia butuh teman berbicara yang bisa menenangkan hatinya.
Orang disebrang sedang menimbang-nimbang permintaan Sakura lama sekali. Lalu dia mengangguk yang tentu tidak bias dilihat oleh Sakura, akhirnya dia berkata “ya” saja. Sakura segera menutup percakapan ditelepon. Lalu dia berdiri menuju toiletnya untuk mmebasuh wajahnya dan mengganti pakaiannya agar sahabatnya itu tidak melihat dirinya yang berantakan saat ini.
.
.
Sakura membuka pintu rumahnya saat seseorang baru dua kali memencet bel. Orang itu tersenyum pada Sakura dan menenteng sesuatu yang Sakura duga adalah makanan. Sakura mempersilahkan sahabatnya itu masuk ke dalam rumah.
“Ada apa denganmu, Sakura-chan?” Tanya cowok berambut duren kuning itu setelah duduk di sofa.
“Aku hanya ingin kau menemaniku, Naruto.” Jawab Sakura datar. Dia duduk agak jauh di sebelah Naruto dan menyalakan televisi. “Kau bawa ramen, kan?”
“Lho, kau tahu aku bawa ramen?”  Naruto membuka bingkisan ramen yang dibawanya. Naruto memberikan ramen satunya kepada Sakura.
“Dari wanginya saja aku sudah tahu kalau itu ramen, Naruto.” Sakura terkekeh sembari emneyruput ramen miliknya tanpa menunggu Naruto mengucapkan ‘itadakimasu’. Perutnya sudah lapar karena tadi menangis.
Naruto mengambil sumpitnya dan langsung menyeruput ramennya dalam jumlah yang banyak. “Hau hihah afha-afha hahura-han?”  Tanya Naruto. Mie dalam mulutnya menggelepar-gelepar seiring dnegan mulutnya yang banyak berbicara itu.
“Aku baik-baik saja, Naruto… Baka!!” Sakura tiba-tiba memukul belakang kepala Naruto. “Lihat!! Kuah mie-nya kemana-mana!
Naruto hanya menyengir halus, giginya tidak tampak karena tertutup dengan mie. Naruto langsung menghabiskan ramen miliknya dalam beberapa suapan berbeda dengan Sakura yang masih bersisa setengah.
“Tampaknya kau sedang ada masalah ya, Sakura-chan?” tebak Naruto tepat mengenai sasaran.
Sakura meletakkan mangkuk ramennya di meja, diminumnya air putih di meja. “Tidak. Kenapa au berpikir seperti itu, hm?” ujar Sakura dengan tersenyum agak dipaksakan.
“Tidak, hanya perasaanku saja yang mengatakan seperti itu.” Naruto menepuk-tepuk kepala Sakura pelan. “Kau akan datang ke pesta pertunanganku dengan Sasuke?”
“Aku tidak tahu. Sasuke-kun mungkin tidak akan datang, kalau begitu aku akan datang sendirian.”
“Kenapa sih dia tidak mau datang? Padahal sahabatnya akan bertunangan, kan?” gerutu Naruto. Dia menegak minuman yang disediakan oleh Sakura.
‘Itu karena Sasuke-kun mencintai Hinata. Cowok mana yang akan datang melihat orang yang dicintainya akan bertunangan dengan sahabatnya.’ Jawab Sakura dalam hati. Lagi-lagi dadanya berdenyut merasakan sakit. Ditahannya rasa sesak itu dengan menggenggam bantalan sofa.
“Hei, Naruto. Menurutmu… Apa Sasuke-kun mencintaiku?”
Naruto tampak bingung mendengar pertanyaan Sakura. Mimik Sakura begitu serius, dia jadi bingung mau menjawab apa. “Tentu saja… Sakura-chan…,” Naruto tersenyum simpul pada Sakura.
Inginnya Sakura mempercayai ucapan Naruto, tapi dia tidak tahu kalau Sasuke baru saja berkata dia mencintai orang lain. Sasuke bahkan mencintai orang itu sebelum berpacaran dengannya.  Dan kemungkinan Sasuke mencintai Sakura adalah 0%. Sama sekali tidak mempunyai kesempatan. Ah, tapi dia kan belum bertanya kepada Sasuke tentang perasaan Sasuke dengannya?
“Terima kasih Naruto.” kali ini Sakura tersenyum tulus kepada sahabatnya itu. “Semoga pertunanganmu dengan Hinata berjalan dengan lancar.”
.
.
Dua minggu telah berlalu sejak pesta pertunangan Naruto dan Hinata. Ternyata tepat dugaan Sakura kalau Sasuke tidak akan datang di acara itu. Apalagi Hinata sedikit menjaga jarak dnegannya atau dialah yang sebenarnya menjaga jarak dengan Hinata? Entahlah… Apalagi seminggu terakhir ini Sasuke tidak lagi masuk di kelasnya sesering dulu dikarenakan perusahaan ayahnya itu membutuhkana bantuannya untuk sementara. Otomatis waktu bersama Sasuke hanya sedikit. Ini menyulitkan Sakura karena dia butuh kejelasaan Sasuke.
Akhirnya dengan segenap keberanian yang Sakura miliki dia berusaha membujuk Sasuke untuk berbicara berdua. Awalnya Sasauke menolak karena sangat sibuk tapi karena didesak terus-menerus oleh Sakura akhirnya Sasuke mau bertemu.
Kini Sakura sedang menunggu Sasuke di sebuah café yang letaknya tak jauh dari perusahaan Uchiha Corp. Sakura sengaja memilih café yang baru pertama kali dia kunjungi ini untuk Sasuke agar Sasuke bisa kembali cepat ke kantornya. Sakura mengambil tempat duduk di dekat kaca agar dia bisa melihat mobil Sasuke.
Setengah jam Sakura menunggu, akhirnya mobil civic hitam Sasuke terparkir tepat di depan café. Sosok yang tampan berbalut kemeja putih dan celana hitam panjang menyita perhatian beberapa orang yang melewati jalan tersebut. Sasuke tidak memakai jasnya. Kerah kemeja putihnya dia buka, dia juga tidak memakai dasi. Sepertinya Sasuke terlihat lelah. Sakura yang berada di dalam segera memanggil pelayang agar menyiapkan black coffee kesukaan Sasuke.
Sasuke memasuki café dan menolehkan pandangan ke arah jam dua dan segera duduk di depan Sakura, tepat saat Sasuke duduk pelayan menaruh black coffee pesanan Sakura.
Sasuke segera menyeruput kopinya yang sudah dipesan oleh Sakura.  Sakura tampak senang Sasuke segera meminum kopinya. Berarti dia memang sedang lelah.
“Ada apa memanggilku?” Tanya Sasuke tak mau berlama-lama.
“Aku… Ingin menanyakan sesuatu padamu, Sasuke-kun.”
Sasuke menaikan sebelah alisnya pertanda itu jawaban sebagai pengganti omongannya. Dia memang irit kata.
“Ano… Sebenarnya…” Sakura mulai gugup. Lidahnya kelu sekali. Dia takut salah berbicara dan mendapatkan jawaban yang tak enak dari Sasuke. Belum Sakura melanjutkan ucapannya, ponsel Sasuke berdering. Sasuke segera mengambil ponselnya di saku celananya.
Sakura menghela nafas lega sesaat. Sssuke tampak datar seperti biasa menerima telepon itu. Alisnya berkerut dan dia hanya menjawabnya dengan ‘Hn’ andalannya saja. Tak berapa lama percakapan itu selesai. Sasuke memasukan kembali ponselnya ke saku celananya dan tatapan matanya seperti mengatakan ‘lanjutkan’ kepada Sakura.
Sakura menautkan tangannya yang sudah dingin. Digigitnya bibir bawah merah miliknya hingga tampak lebih merah. “Sebenarnya…,” Sakura tampak lebih was-was. Degup jantungnya berpacu lebih cepat. Sakura menelan ludahnya berat. “Apakah… selama ini kita berapacaran…?”
Sasuke tampak agak melongo dengan gaya khasnya yang cool tanpa ekspresi. Dia hanya mengangguk singkat. Lagi-lagi matanya menunjukan perkataan yang ingin dia ucapkan seperti ‘hanya itu?’.
“Apa… selama ini kau… menyukaiku…?” Tanya Sakura takut-takut. Dia menundukan wajahnya.
“Tidak.”
Sakura terasa disambar petir. Dia remas jemarinya kuat-kuat. Dia masih takut untuk mengadah menatap Sasuke. Lagi-lagi nafasnya berantakan. Dia jadi lupa caranya bernafas yang baik.
“Kalau begitu… Kenapa kau berpacaran denganku?”
“Karena kau yang meminta.”
“Jadi… Kalau waktu itu aku tidak meminta…?”
“Maka kita tidak pernah berpacaran.”
Hening.
Hening.
Dan hening.
Perasaan Sakura begitu kalut mendengarnya. Ini lebih parah ketimbang cintamu ditolak.
“Kalau hanya ingin membicarakan hal sepele seperti ini lebih baik aku kembali ke kantor.”
Sasuke mulai beranjak dari kursinya tapi tangan Sakura mencegahnya. Sakura berhasil menggenggam tangan Sasuke. Dia tatap mata onyx Sasuke yang dingin dengan mata emeraldnya yang sudah basah dengan genangan air.
“Bisakah kau mencintaiku mulai sekarang?”
Sasuke tetap diam tak menjawab pertanyaan Sakura.
“Bisakah kau melupakan Hinata?”
Sasuke masih tetap diam.
“Bisakah Sasuke-kun?”
Onyx Sasuke menatap emerald Sakua yang sudah tak bercahaya dengan dinginnya. “Tidak bisa.” jawabnya datar. “Sakura, aku tidak mencintaimu. Sama sekali.” Ditepisnya tangan ringkih Sakura dengan sekali hentakan. Sasuke lalu berjalan keluar meninggalkan Sakura yang masih terisak-isak di kursinya.
.
.
Gadis berambut merah muda itu duduk tenang di balkon rumahnya yang terasa amat dingin.  Semilir angin malam ternyata tidak membuatnya gentar untuk beranjak ke kasur hangatnya. Bintang-bintang tampak tidak hadir di langit malam. Bulanpun sepertinya enggan menampakkan diri karena cuaca malam yang gelap dengan awan hitam. Besok pasti hujan.
Laptop merah mudah yang berada dipangkuan gadis itu terus mengeluarkan musik yang mellow menyayat hati. Tampak jemari halus nan ringkih gadis pink itu bermain di atas tuts keyboard dengan liahnya. Senyuman licik mengembang di bibir mungilnya. Dia sedang merencanakan sesuatu yang amat besar dan juga sesuatu yang akan membuat pria yang paling dicintainya pasti akan selalu bersamanya. Dengan cepat dia menganalisa kerjaan yang sudah berada di otaknya itu yang pintar.
Pasti. Pasti rencana ini berhasil. Mau dikatakan gila atau apa, yang penting dia menjadi milikku, bersamaku selamanya. Apapun konsekuensinya dia harus menjadi seperti apa yang aku inginkan. Pikirnya dalam hati begitu.
Gadis pink itu menyeringai. Dia tatap pigura dirinya dan pria yang dia cinta. Besok. Besok pasti dia akan hilang dari peradaban bersama denganku. Melebur satu dengan angin. Berterbangan ria ke sana kemari. Menuju surga atau neraka bersama. Asal bisa bersama dengannya akan dilakukan dengan cara apapun.
Rambut pinknya yang berantakan itu tertiup angin tidak lagi menutup seringainya yang lebar juga kedua pupil mata yang mengecil bak orang tidak waras. Tangannya masih menari-nari ria di atas tuts keyboard. Setelah selesai dia letakan laptopnya sembarang. Memunculkan tulisan serupa yang berada di dalam buku catatan miliknya. Dengan tinta merah tulisan itu di tulis.
Satu detik… Bahkan satu menitpun…
Aku tidak rela jika hatinya bersama dengan orang lain.
Jika hati itu bukan milikku…
Maka akan kuambil paksa.
Karena hatinya akan selalu menjadi milikku…

Bersama dengan hatiku.
Sakura dan Sasuke.
Dua hati itu akan bersatu selamanya…
Walau aku harus membawanya MATI.

O W A  R I






2 comments:

  1. Kok Sakura dibikin ngemis2 cinta? Urat malunya udh putus yah? Jgn dipaksakan kalo Sasuke kgk mau. Fic SS selalu bikin Sakura wanita yg punya harga diri rendah.

    ReplyDelete